Sebuah Pemikiran untuk Tulisan Khrisna Pabichara di Bukunya yang Berjudul “Cinta yang Diacuhkan”: Zuhud

Di rumah cinta yang ramah ini, kami meninggalkan dunia sengsara, berzuhud, dan menuju rumah tangga yang disukai oleh-Nya. Kami merumahkan harapan dan menanggakan doa. Kami merumahkan cinta dan menanggakan ibadah.

Petikan paragraf di atas membuat rambut-rambut halus di tanganku meremang, berdiri. Dua tiga kali dibaca dan hasilnya selalu sama. Aku mencernanya perlahan-lahan dan mengiyakan.

Rumah Tangga. Ketika ada yang berkata setelah seseorang menikah dengan ucapan semoga Sakinah, Mawadah, Warhmah, jujur aku sih tidak begitu paham dengan maksudnya dan kadang menggunakannya karena hanya ikut-ikutan sebab lazim digunakan.

Namun, setelah baca penggalan tulisan di buku Khrisna Pabichara yang berjudul “Cinta yang Diacuhkan” aku jadi tertegun dan mikir lamaaa sekali dan kemudian menyimpulkan, bahwa sesungguhnya inilah tujuan sebenarnya dari seseorang berumah tangga.

Ya, banyak orang bilang menikah bukan lah perlombaan cepat-cepatan, bukan juga perbuatan yang dilakukan untuk menghindari pertanyaan ‘Kapan kawin?’. Apalagi menikah hanya untuk melegalkan hubungan suami istri. Itu salah. 100%.

Sebagai perempuan yang telah menikah selama 7 tahun (iya sih masih pengantin baru), membaca tulisan ini jadi meluruskan kembali pola pikir dan perasaan yang mulai bengkok. Tau dong, selama hidup berumah tangga tak mungkin tidak ada masalah sama sekali. Kalau dulunya mikir dengan menikah semua masalah selesai, ternyata setelah married malah masalah makin banyak. This is the true life! 

Dulu mah gak sreg lagi putusin aja, tinggal bilang “Dedek masih mau fokus sekolah Bang”. Lah, kalau udah nikah apa iya harus minta cerai cuma gara-gara suami lupa tanggal ulang tahun? Ya, enggak dong. Belum lagi perintilan kecil lainnya, menyatukan dua insan manusia itu sulit apalagi kalau keduanya masih di usia muda. Pola pikir yang berbeda, pola asuh yang tak sama, kebiasaan yang bertolak belakang, dan trauma yang mungkin ada di setiap individu. Itu semua seolah-olah sumbu peledak yang siap dibakar kapan saja.

Nah, setelah baca beberapa kali paragraf di atas, aku seperti menemukan lampu terang di sepanjang perjalanan kehidupan berumah tangga.

merumahkan harapan dan menanggakan doa

Artinya, kehidupan yang dijalani akan dipenuhi dengan harapan dan doa yang pasti selalu muncul. Harapan agar suami lebih perhatian dan mau membantu pekerjaan rumah tangga misalnya. Ataupun doa agar kebiasan buruk istri yang bergosip bisa  berkurang.

merumahkan cinta dan menanggakan ibadah

Ah, ini yang selalu terngiang di kepala. Cinta adalah rumah dan untuk menggapainya haruslah menapaki anak tangga berupa ibadah. Bahkan saat menulis ini jari jemari rasanya kaku dan tak mampu meneruskan. Cukup sampai di sini dan aku bersyukur sedang merumahkan cinta dan menanggakan ibadah.

Mudah-mudahan kebersamaan mengantar kami pada hakikat cinta. Cinta kepada-Nya. (Khrisna Pabichara)

 

Baca juga tulisan saya tentan Khrisna Pabichara: #Day6: Alasan Mengapa Saya Bermimpi Pergi ke Makasar dan #Day19: Bulan, Embun, dan Kamu

23 thoughts on “Sebuah Pemikiran untuk Tulisan Khrisna Pabichara di Bukunya yang Berjudul “Cinta yang Diacuhkan”: Zuhud”

  1. Wah bukunya kyknya menarik. Buat yg udah berumahtangga jg bisa dibaca2 lg supaya inget dulu tujuan nikah apa, memperbaharui jg visi misi pernikahan bersama. Soalnya klo udah ada anak kdng udah lupa yg kyk gtu2 hehe 😛

    Reply
  2. Jadi pengen baca lengkap bukunya mbak. Sepertinya bagus buat saya yang lagi persiapan. Karen persiapan psikis, moral, ilmu jauh lebih penting daripada sekedar nyiapin resepsi hehehe.

    Reply
  3. Mmg dlm rumah tangga perlu banget y sesekali baca buku yg isinya pencerahan gini. Dulu wkt remaja suka bc buku begini dan ngay pas nikah mgkn bs begini begitu. Tyt oas udh punya anak.. Ya, ga semua bisa.. Haha

    Reply
  4. Ya Allah…
    Saya pun jadi merinding.

    Benar adanya bahwa manusia itu lemah.
    Gak ada senjata terbaik selain doa, doa dan doa.

    Jazzakillahu khoiron katsiron tulisannya.

    Reply
  5. Cinta yang diacuhkan. Berasa inilah yang saat ini saya rasakan. Rumah tangga memang tidak sekedar menyatukan 2 perbedaan tapi juga sekaligus bagaimana cara menjadikan perbedaan itu menjadi sebuah keindahan dan keharmonisan. Dan Ini sudah kalau hanya sebelah pihak yang berjuang sementara satunya lagi acuh alias tidak sadar2…

    Reply
  6. Tahu Khrisna Pabichara ini pas dengar puisinya yang dinyanyikan sama Anji, musikalisasi puisi ya namanya? Itu yang judulnya Bulan, Embun dan Kamu. Heuheuheu..mantap banget kata-katanya.

    Reply
  7. Saya dulu juga belum paham apa itu Sakinah, mawaddah wa Rahmah. Taunya ya dari tanya2 teman. Memang benar, berumah tangga itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, butuh perjuangan untuk menyatukan dan mengukuhkannya

    Reply
  8. Yes mbak, menikah bukan jawaban atas segala persoalan. Anin benci banget sama komen-komen yang bilang begini “udah nikah aja, nanti beres semua.” Ga tau dia abis nikah, kalo belum siap malah menambah banyak masalah baru. Butuh kesiapan mental dalam pernikahan, bukannya sok-atuh-nikah-apa-lagi-yang-ditunggu

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.