Tuhan, lahirkan aku pada suatu bumi di mana di sana banyak bahagia
Di mana aku dinanti oleh satu keluarga tanpa duka atau cela
Lalu aku menetas dari sebuah telur yang terletak di atas jerami hangat dengan paruh kecil yang siap menyuapi makanan
Aku mencicit dan terbang,
Meraung-raung
Ini tak seperti yang kuinginkan
Aku ingin lebih sempurna meski tanpa sayap
Lalu Tuhan menjadikanku pohon apel yang menaungi sebuah rumah
Di mana kulihat ibu dan ayah menanti anak-anak mereka
“Tuhan berikanlah kami keturunan” mereka berdoa
Lihat! Lihat Tuhan!
Mereka menginginkanku,
Jadikan saja aku putra mereka
Dengar Tuhan! Kabulkan!
Pecahlah tangis anak manusia
Di suatu malam pekat tanpa cela
Disambut oleh suka cita
Serta cinta dari satu keluarga
Tuhan, Tuhan!
Mengapa kau lahirkan aku tanpa kedua tangan?
Di keluarga miskin dan kekurangan gizi?
Kubilang tanpa duka dan cela, Tuhan!
Ia tersenyum, lalu berkalam
“Sebaik-baiknya makhluk, adalah manusia. Sempurna jiwanya, sempurna akalnya.”