I saw her on that meeting. She was so sexy with her red dress.
“Pak David? Saya menunggu anda sedari tadi. Silahkan.”
Senyumnya sungguh menawan. Aku tak perlu berpikir dua kali untuk memuji kecantikannya.
Kami memasuki ruang rapat. Ia sekretaris di PT. Apalah Arti Sebuah Nama dan aku diutus dari kantorku untuk mempresentasikan kontrak kerjasama.
Semua berjalan lancar. Perusahaan tempat ia bekerja menyetujui kontrak kerjasama yang kami tawarkan. Aku sungguh senang, terlebih lagi aku berhasil mengajak perempuan bergaun merah itu untuk makan malam berdua.
“Jadi, Pak David sudah berapa lama bekerja di kantor Ini Sajalah Namanya?” Tanyanya saat menunggu hidangan makan malam disajikan.
“Panggil saja David. Cukup lama sampai akhirnya bertemu lagi dengan perempuan secantik kamu.”
“Hahahah…”
Ia tersipu malu.
Aku menggenggam tangannya. Cukup berani memang tetapi apa boleh buat. Aku sungguh menginginkannya.
“Kau semakin cantik” godaku
“Dan kau semakin tua” balasnya
“Ya. Usia yang cukup matang untuk melamarmu, bukan?” Todongku.
“Menurutmu apakah aku tak lagi jadi gadis ingusan saat ini?”
Kami tertawa terbahak-bahak.
She’s my best friend and we fall in love since we’re young then the time flies us apart and blows us to meet again
“Will you marry me?”
Pertanyaan yang kuajukan ketika aku berusia tujuh belas tahun kuulang kembali. Waktu itu ia baru saja berulangtahun yang ke sebelas dan ia menjawabnya dengan berlari menangis pulang ke rumah. Kali ini kuharap jawabannya berbeda.
“Rumahku masih di tempat yang sama. Datanglah…” Jawabnya dengan pipi merona, merah.