Bangunkan Aku Pukul Tujuh

Aku tercenung.
Melamar Lana? Belum terpikir sama sekali olehku.

“Kau takut berkomitmen?” Tantangnya.

“Eh, bukan takut tapi… Lamaran harus dengan persiapan yang matang Lana, tak bisa sekali jadi.” Jawabku sambil memikirkan betapa ribetnya.

Apalagi kemarin aku sempat membaca di salah satu akun twitter mengenai impian lamaran para gadis. Ruwet!

“Aku tak memintamu melamar besok, Bi. Aku juga tak meminta gaya lamaran yang romantis.” Tukasnya lagi.

Aku seperti disudutkan. Bagai dihujam ribuan anak panah yang memaksaku segera berbuat sesuatu.

“Oke, besok bangunkan aku pukul tujuh.” Pintaku.

“Tentu. Apa kau akan menjawabnya besok?” Desaknya.

“Aku perlu bertemu orangtuaku, Lana.”

Ia tersenyum, mengangguk.
***

Pukul Tujuh Pagi

“Bi! Robi!” Tubuhku diguncang-guncang seseorang.

“Fito! Mana Lana?”

“Lana? Kau mimpi! Cepat bangun, pesawat kita take off pukul delapan!”

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.