“Jadi kamu mogok ngajar? Kenapa?”
“Sertifikasi belum cair!”
“Hahahah… Kamu ini lucu. Gaji bulanan kan sudah ada?”
“Ada. Hanya menuntut hak yang seharusnya di dapat saja.”
“Maksudmu?”
“Yeah… Gue kan udah ngajar DUA PULUH EMPAT jam perminggu, sesuai syarat sertifikasi. Sudah bulan ke lima, seharusnya tunjangan sudah dibayar dong!”
“Terus?”
“Ya kalau ga dibayar-bayar ngapain gue ngajar?”
“Tapi kamu kan guru?”
“Iya. Gue sadar gue guru. Kalau ga dibayar tunjangannya seharusnya gue ga perlu ngajar dua puluh empat jam.”
“Lantas kamu mau mogok ngajar sampai tunjangan sertifikasi dibayar?”
“Yup. Kalau perlu demo dulu biar cepat cair”
“Hahahahaa.. Pak Guru, Pak Guru…”
***
Kudengar percakapan dua orang itu secara saksama. Aku tersenyum miris.
Seorang guru sertifikasi mogok mengajar karena tunjangannya belum cair. Kupandangi perempuan di depanku dengan iba. Masih tersisa basah di sudut matanya. Ucapannya barusan masih terngiang…
“Kau tahu? Hari ini Ananda tidak sekolah. Sakit, mungkin kelaparan! Sudah hampir satu semester honor mengajarku tak kunjung diberikan. Padahal aku mengajar pagi hingga petang, lebih dari dua puluh empat jam. Lebih dari para guru sertifikasi yang hanya mengajar di pagi hari. Besok mungkin aku mengundurkan diri dari sekolah itu!”