Penyesalan datangnya belakangan, kalau duluan namanya early bird!
Gak nyambung? Biarin. Hahaha
Aku pernah menyesal dilahirkan tapi itu dulu karena punya papa yang galak banget. Sampai aku kesulitan untuk mengungkapkan pendapatku di depan orang lain. Makanya saat SD jadi anak aneh yang super pendiam. Namun saat ini, semakin tua dan dewasa aku jadi tahu ternyata Tuhan punya cara-Nya sendiri untuk menjaga aku tetap dekat pada-Nya.
Akibat dari ke-super-diam-an ku saat itu bikin aku malas ngapa-ngapain. Aku lelah bilang ini itu tapi dilarang. Sudah coba ngomong baik-baik tetap saja tidak boleh. Akhirnya dulu setiap aku ada waktu libur atau luang, aku isi dengan tidur dan mengunci diri di kamar, yang ujung-ujungnya disemprot juga sama papa karena gak keluar-keluar. LOL.
Beneran deh, kalau dipikir-pikir dulu ngapain ya aku sampai segitunya naggepin papa yang galak. Padahal Ade sama Abangku aja biasa, santai kayak di pantai. Mereka tetap melakukan apa yang mereka mau. Tidak seperti aku yang rasanya dikekang melulu, gak boleh ini itu, main jauh-jauh. Bahkan sampai SMP dan SMA setiap ada malam keakraban anggota baru untuk ekstrakurikuler aku tak pernah ikut. Akibatnya ya aku tidak pernah jadi tim inti untuk pasukan Paskibra, misalnya. Ckckck.
Padahal mungkin kalau sudah SMA pasti aku diizinin ya. Kan itu buat pengembangan diri dan kepribadian anak juga. Tapi ya itu masalahnya, sudah bosan duluan mendengar kata: TIDAK BOLEH. Akhirnya aku tidak mau minta izin sama sekali. Biarin lah bodo amat juga, aku males.
Saat ini aku sebenarnya bisa menyimpulkan sih sebagai orangtua pasti ingin hal yang terbaik buat anaknya. Apalagi aku anak perempuan satu-satunya mereka, tentu mereka khawatir sekali kalau terjadi apa-apa. Semuanya sebenarnya mungkin bisa diizinkan asalkan aku ngotot banget.
Pernah sewaktu SMA, aku ngotot mau pergi mendaki bukit bareng teman-teman sekolah. Wah, tentu dilarang dong karena jaraknya jauh, bunyinya mendaki pula. Namun, saat itu kelas 2 SMA dan sedang bandel-bandelnya kata orang, aku bersikeras mau pergi. Minta ongkos pula. Papa tidak mau mengantar ke lokasi janjian karena sebenarnya tidak setuju. Saat itu hari hujan, gerimis. Dipikir-pikir ya bahaya sekali pasti mendaki karena medan jalannya pasti licin. Akan tetapi karena tekat sudah bulat dan aku ngotot, akhirnya aku diizinkan juga sama papa.
Kejadian lainnya saat aku mau datang ke acara perpisahan kelas di rumah seorang teman. Aku maunya menginap semalam di rumah teman. Namun, papa tidak mengizinkan. Akhirnya setelah ngotot-ngototan, aku diantar juga ke acara perpisahan itu sama papa. Tapi jam 9 malam aku bakal dijemput lagi. Yah, win-win solution lah. Ternyata rata-rata teman yang lain juga tidak diizinkan menginap oleh orangtua mereka.
Iya, sebenarnya aku masih menyesal kenapa dulu tidak ngotot-ngototan terus sama papa. Supaya aku bisa menentukan jalan hidup sendiri. Berani pergi ke mana-mana sendiri, ambil keputusan sendiri. Namun, dibalik penyesalan itu juga saat ini aku semakin berbenah diri. Aku mencoba membangkitkan percaya diri dengan mengikuti berbagai komunitas, belajar bicara di depan umum dan mengungkapkan pendapat saat sebuah diskusi berlangsung. Meskipun aku ngomongya kadang masih terbata-bata dan rasanya cemas sekali. Lama kelamaan apalagi sejak jadi guru, aku jadi terbiasa juga nih ngomong di depan orang banyak.
Malah Allah membuka jalan-Nya dengan mengizinkan aku jadi pembicara di sebuah Seminar Nasional atau sebagai Narasumber/Instruktur untuk kegiatan guru. Semoga penyesalan ini menjadi motivasi aku untuk terus berjalan dan memperbaiki diri di jalan-Nya. Aamiin