Amira terbangun tepat ketika jam dinding berdentang tiga kali. Dirabanya sisi ranjang sebelah kirinya, kosong. Otaknya dipaksa berpikir, tentang bapak dari anaknya yang belum pulang. Lembur atau? Ia memicingkan matanya memerhatikan anak dari bapaknya yang belum pulang itu tidur pulas dengan damainya. Amira kembali tertidur.
Pukul tujuh pagi, Amira sibuk membuat sarapan untuk anak yang bapaknya belum juga pulang. Ia berusaha tak khawatir mengenai bapak dari anaknya itu. Ia tak suka berdebat. Ia juga tak mau menelepon sekadar bertanya di mana bapak dari anaknya itu sekarang?
Suara motor menderu pelan, berhenti. Diikuti dengan pintu garasi yang dibuka, perlahan. Tak lama laki-laki itu masuk, menuju dapur yang memang terhubung langsung dengan garasi. Mendapati istrinya sedang sibuk di dapur, ia hanya senyum-senyum penuh teka-teki.
“Bapak dari mana?” Tanya istrinya pelan.
“Main” jawabnya sambil masih tersenyum.
Istrinya hanya diam tak melanjutkan pertanyaan.
“Anak kita masih tidur?” Lelaki itu memecah kembali hening.
“Iya. Kamu ga ngantor hari ini?”
“Nanti” jawab sang lelaki sembari mengganti pakaiannya dengan kostum rumahan. Celana pendek dan kaos belel. Menyelinap ke kamar, menciumi anaknya lalu mendengkur.
***
“Kamu di mana?”
“Rumah ibumu!”
“Ngapain? Ga pulang?”
“Ngapain pulang?”
“…”
Telepon diputus.
Amira menanti dengan gelisah. Hari sudah lewat senja. Bahkan sampai anaknya tertidur pun lelaki itu tak menelepon lagi, apalagi menyusul ke rumah ibunya.
Pikirannya berkecamuk. Mencari-cari letak kesalahan dirinya. ‘Apa karena beberapa malam lalu aku menolaknya berhubungan intim?’. ‘Apa jawabanku di telepon tadi terlalu ketus?’ Amira menebak-nebak.
“Tidur, Nak. Ini sudah larut” tegur ibu mertuanya.
“Aku mau pulang saja, Bu. Sekarang. Aku titip cucu ibu.”
“Kau mau ke mana?”
“Cari bapaknya anakku”
“Ibu ga izinkan!”
“Aku harus pergi, Bu!”
Amira menyusuri jalanan kota dengan mobilnya. Ia mengarahkannya ke rumah. Darahnya berdesir saat melihat lampu rumah masih menyala. Artinya bapak dari anaknya itu ada di rumah. Ia mengintip dari jendela, televisi masih menyala. Ia mulai ragu, mau masuk atau tidak. Perlahan dibukanya pintu rumah, rumah seperti kosong. Tak biasanya bapak dari anaknya itu lupa mematikan televisi. Ia memegang handle pintu kamar utama ketika ia mendengar bunyi dengusan memburu. Berbagai macam pikiran buruk datang seketika. Ia menguatkan hatinya untuk semua kemungkinan buruk yang akan ia lihat.
“BABI! PERGI KALIAN!”
Teriakan itu melengking di tengah malam. Dua babi betina berlari keluar. Di ranjang, bapak dari anaknya itu bersimbah darah.
Hehe…..babi đ
Luar biasa lanjut terus flash fictionnya..