Rasanya seperti diguncang gempa 7 skala richter! Hatiku tak karuan dibuatnya. Wajahnya, senyumnya, alis mata bagai semut berbaris, bibir yang merah merekah… Ya! Aku sepertinya jatuh cinta…
***
“Diandra… Ibu Diandra…”
Suara seorang perempuan memanggil. Ah, sudah saatnya. Perlahan kulangkahkan kaki memasuki sebuah ruangan bernuansa hijau. Seorang pria paruh baya menyambutku dengan senyuman yang ramah.
***
“Tidak ada kontraksi sama sekali? Gerakannya?”
***
Lagi-lagi rasanya seperti diguncang gempa, tapi kali ini 10 skala richter! Hatiku makin tak karuan dibuatnya. Wajahnya, senyumnya, alis mata bagai semut berbaris, bibir yang merah merekah… Ya! Aku benar-benar jatuh cinta…
***
“Ia cantik sekali” Bisik suamiku lekat di telinga. Aku mengangguk, setuju. Masih terbayang saat dokter memperlihatkan wajah mungilnya ketika ia berhasil keluar dari rahimku.
***
“Bayinya sudah terlalu banyak meminum air ketuban!”
Samar kudengar orang-orang itu berkata. ‘Bayiku?’
***
Suara tangis seketika pecah. Sedu sedan bergema di setiap sudut ruang.
Aku menangis sejadi-jadinya.
‘Belum sempat aku berbuat baik padamu, menghujanimu dengn ciuman penuh cinta. Aku sungguh akan selalu menyayangimu, Ibu…’