“Aku diam-diam suka…
Kucoba mendekati…”
Ah! Aku tak punya cukup keberanian. Padahal ia sudah sangat dekat dengan ayah, ibu, juga kak Rino. Bisa apa aku dengan ketakberdayaan ini?
Wujud mungilnya, harum tubuhnya…
Aku bahkan tergila-gila sebelum menyentuhnya.
“Ayo, makan malam sudah siap” ajak ibu dari ruang makan
kuletakkan smart phone di atas meja. Sementara ayah melipat koran pagi yang beritanya hampir basi.
“Kak, Rino!” Teriakku.
“Iya, sebentar. Lagi teleponan sama Dara.” Jawabnya tak kalah kencang.
Ayah memimpin doa. Kami makan dengan lahapnya. Nikmat Tuhanmu yang mana yang mampu kau dustakan?
Makan malam selesai. Masih ada beberapa lebih makanan di atas meja. Kucuci semua gelas, sendok dan piring. Beres!
Kulirik lagi di atas meja.
Hap!
Mulutku mengunyah perlahan, lidahku merasakan lezatnya.
Enak sekali! Rasanya air mataku mau menetes. Terharu dibuatnya. Menyesal selama ini terlalu gengsi.
“Ehm…”
Suara Kak Rino!
“Ciyeee… Yang diam-diam makan petai… Suka ya?”