(1) Setelah kau berkata, Satu Temuilah ia, Dua dan temanmu, Tiga Lalu kita berempat akan duduk di lapak kaki lima menertawakan enam pemuda yang meminum arak! Ketujuh perempuan-puan dengan gincu menatapmu, Satu, Dua, Tiga… Nikmati selagi mau tujuh bidadari surgamu. Delapan, Sembilan, Sepuluh.. Sssttt.. Tidurlah dan bermimpi di kasur bulumu. Aku bukanlah kau yang menghitung dari satu. Aku hening, Aku damai. Akulah yang Hidup… Akulah yang tak terhingga Akulah yang menggerakan jemari lentikmu Mengajarimu ilmu Membuatmu terlelap. Aku bukanlah surga apalagi neraka. Aku juga bukan agama. Pun bukan pula buku kumpulan kisah. Aku adalah Aku, Yang Maha Esa. Bukan yang satu-dua-tiga- – –
Hari ini coba kau lihat ada berapa kupu yang mendekatimu? Lalu kau mulai menghitung dengan cepat, satu, dua, tiga, empat... Sementara aku memandangi rupa polosmu yang terlihat terburu menjawab pertanyaanku Hari ini coba kau lihat ada berapa banyak batu yang tumbuh di taman? Lalu kau mulai berlari di antaranya menabrak…
"Apa yang kau tunggu dari sebuah penantian?" "Apa yang kau cari dalam suatu hubungan?" "Apa tujuanmu mencintai seseorang?" "Bertemu denganmu, berkasih sayang, dan melindungi yang dikasihi" "Aku tak butuh jawaban! Aku butuh tindakan!" Makiku di telepon genggam yang sok pintar. Tut.. Tut.. Tut.. Sambungan terputus. Di seberang sana seorang pria…
Aku membebaskanmu untuk menginjakkan kaki kemana kau mau, Pulang jam berapapun kau suka, Atau berteman dengan siapa saja... Aku membebaskanmu untuk melakukan apa saja, Ke tempat kerja jam berapapun kau ingin, dan tak bertanya Untuk apa uang yang kau belanjakan? Bukan, bukan aku tak peduli, tapi aku tak ingin menguasai…
In "Puisi"
Apura
Seorang ibu dari anak yang bernama Andara (Adis). Sehari-hari mengajar di sebuah SMP. Meluangkan waktu senggang untuk menulis di blog mengenai kehidupan sehari-hari, flash fiction, dan puisi. Saat ini memiliki target menyelesaikan kumpulan puisi berbahasa Inggris. Untuk melihat profil lebih lanjut dapat mengunjungi media sosial berikut ini: