“Jadi kita udahan? Kamu baik-baik aja kan? Ga sakit? Demam? Lupa ingatan?” Tanyaku bertubi-tubi. Ia mengangguk dan menggeleng perlahan.
“Ya. Kita lebih baik pisah. Aku bakal lebih baik tanpamu. Ga bakal sakit hati lagi. Ga akan meriang menahan rindu. Ga mungkin lupa makan dan mandi lagi…” Jawabnya.
“Tapi kamu butuh aku, sayang… Lebih menyakitkan tanpaku. Aku kenal kamu lebih dari dirimu sendiri. Mulai dari ujung rambut sampai ke kuku kakimu. Aku tahu… Tak ada rahasia lagi antara kita…” Ujarku, merayu.
“Sudah tak usah merayuku lagi. Kamu bajingan! Brengsek! Kamu rebut semua dari aku! Hidupku, masa depanku, semua rusak karenamu!”
“Tapi aku masih mencintaimu!”
“Oia? Sayangnya aku tidak. Aku tak mau terus-terusan begini. Tanpa kepastian. Mau ke mana aku nanti? Jadi apa? Cuma jadi budakmu?” Cibirnya.
“Sayang, kau tega…”
Tubuhku berputar-putar, sebelum hanyut oleh aliran air di wastafel.
***
Perempuan itu mematikan keran air.
“Ayo, nak. Kita ke panti rehabilitasi. narkoba. Kau pasti akan melupakannya” Ibu tua itu membimbing putrinya. Kekasihku, dulu.
***
Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku
Hujan deras mengguyur di hari Rabu, 17 Januari 2024. Selepas dari kelas, saya langsung menuju…
Minggu, 14 Januari 2024. Aku menghadiri Grand Opening Ethica Store Sungai Serut. Berlokasi di Jalan…
Siapa yang di sini memiliki pemikiran yang sama dengan saya? Ingin mengganti ponsel yang sudah…
Sudah lama banget aku tuh nyari jilbab warna merah yang unik dan nyaman dipakai. Bukannya…
Sejak sekolah tempat saya bekerja menjadi lima hari kerja, setiap pulang sekolah rasanya capek banget.…
Suasana segar terasa setelah Kota Pangkalpinang di guyur hujan sejak pagi. Tepat pada tanggal 15…
This website uses cookies.