Aku berdiri di sini, di dalam sebuah benteng tua peninggalan penjajah. Menanti seseorang, sosok tegap dengan dada bidangnya. Mataku tak lepas dari pintu masuk benteng yang tampak kokoh, terbuat dari baja bercat hitam dan usianya sudah ratusan tahun. Tingginya sekitar tiga meter dan sebelum memasukinya kau harus melewati jembatan kayu besar berpalang besi dengan parit yang menganga lebar di bawahnya.
“Aaaaa… Setan!” Teriakku. Tangan besar itu mencengkram kedua pundakku, kencang. Sakit rasanya.
“Sssttt… Ini aku, sayang” bisiknya sambil membalikan badanku menghadapnya. Belum habis rasa terkejutku, ia begitu saja mengambil satu, oh tidak! Dua, dua kecupan di bibirku.
“Sam! Kau ini lancang!” Makiku. Marah sekaligus malu. Khawatir jangan-jangan ada pengunjung benteng lainnya yang melihat kejadian barusan. Sam, lelaki yang sedari tadi kutunggu hanya terkekeh, mungkin merasa puas atas keberhasilannya tadi. Iya, ia berhasil begitu saja mengecup bibirku tanpa permisi, tanpa komisi!
Hei! Jangan kalian pikir aku ini perempuan nakal yang sedang menunggu pelanggan. Aku perempuan biasa, mahasiswi yang rajin kuliah dan wajar bila jatuh cinta. Entah Samsul ini pacarku yang keberapa. Aku lupa, malas menghitungnya. Prinsipku, lelaki yang jadi pacarku haruslah memenuhi kebutuhanku. Tak ada yang gratis.
“Kita makan siang dulu, yuk?” Ajaknya. Aku mengangguk setuju. Kami keluar dari benteng tua itu, menyeberangi jembatan dan sampailah di tepi jalan raya. Di seberang sana ada pasar tradisional, penuh dengan kios-kios penjual makanan. Bila kau masuk lebih jauh ke dalam pasar, ada banyak pertokoan lama namun tetap ramai dikunjungi pelanggan karena barang-barang yang ditawarkan lebih murah dengan kualitas dan merek yang sama dibandingkan dengan harga mall. Kami memilih kios makanan yang terkenal dengan ayam bakar dan es telernya. Lidahku tak henti berdecap menanti keduanya dihidangkan.
***
“Sam…”
“Hmm?”
“Bangun, Sam. Senja hampir tenggelam. Kita harus pulang, sekarang!”
“Nanti, sayang. Aku masih mengantuk. Lagi pula kau janji kan menemaniku seharian?”
Ia menjawabku sambil berusaha mendekap tubuhku lebih erat.
“Tapi, Sam…”
“Ssshhh…” Ia melakukannya lagi. Mengunci protesku dengan bibirnya yang pahit karena nikotin.
***
BRAAAAKKK!
“Jadi ini kelakuan kamu di belakang aku?”
Dua pasang mata itu membelalak mencoba menutupi bagian tubuh yang tak seharusnya terlihat.
“Dasar brengsek! Kelakuan lu ga juga berubah! Gue udah hamil Sam!”
Sam tersenyum sinis.
“Gue selalu bayar tiap make elu!”
“BANGSAT! ANJING LU!”
***
Hujan membasahi bumi.
Aku tak ingin melihat Sam lagi. Kukira ia jatuh cinta sepertiku, ternyata cuma hayalan indahku saja.
Sam tak lebih dari lelaki yang hanya menganggap perempuan rendah, bisa dibeli dengan mudah.
“Selamat tinggal, Sam…” Bisikku sebelum membuang pisau berlumuran darah itu.
Hujan deras mengguyur di hari Rabu, 17 Januari 2024. Selepas dari kelas, saya langsung menuju…
Minggu, 14 Januari 2024. Aku menghadiri Grand Opening Ethica Store Sungai Serut. Berlokasi di Jalan…
Siapa yang di sini memiliki pemikiran yang sama dengan saya? Ingin mengganti ponsel yang sudah…
Sudah lama banget aku tuh nyari jilbab warna merah yang unik dan nyaman dipakai. Bukannya…
Sejak sekolah tempat saya bekerja menjadi lima hari kerja, setiap pulang sekolah rasanya capek banget.…
Suasana segar terasa setelah Kota Pangkalpinang di guyur hujan sejak pagi. Tepat pada tanggal 15…
This website uses cookies.