Sepeda Tua Ayah

Aku heran, kenapa beliau tak juga meloakkan sepeda kumbang butut yang ada di gudang.

“Menuh-menuhin gudang aja, yah!” Gerutuku.

“Kau tak tahu, jasa sepeda itu nak.” Jawabnya santai.

“Ah, paling-paling juga dulu ayah pakai buat keliling kompleks dan ngapelin ibu.” Tebakku asal.

“Di situ sejarahnya, nak. Cobalah sekali-kali kau kendarai kalau kau mau”

Aku melengos, sepeda butut gitu dan wajah tampanku ini berbanding terbalik. Sorry la yaw…

Kupanaskan motor Tigerku. Ya, malam minggu. Aku hendak ke rumah Lisa, pacar baruku. Biasa, apel perdana.

Det, det, det, det…
Tiba-tiba motorku mati. Mendadak seperti kehilangan nyawa. Kucek bensinnya penuh. Ah, ini pasti busi yang bermasalah!

“Sudah, naik sepeda ayah saja” tawar ayah sekali lagi.

“Dih ayah, masa ngapelin cewek cantik pake sepeda butut?”

“Daripada kamu ga jadi ngapel? Dulu ayah ketemu ibumu gara-gara naik sepeda itu loh” ayah semakin meyakinkan.

Kupikir, ya sudahlah daripada didamprat Lisa karena tak menepati janji.

Kukayuh sepeda tua itu keluar rumah perlahan. Pepohonan dan rumah seolah bergerak. Aneh, kulihat ukurannya makin lama makin mengecil. Sepeda tua ini membawaku ke arah bulan!

Aku bergidik ngeri, sampai satu suara terdengar.

“Anakku, akhirnya kau mau juga bertemu ibu lagi!”
Wanita cantik itu benar mirip almarhum ibuku, cantik sekali dengan sinar rembulan di wajahnya.

Sepeda ini…

Aku lupa pada Lisa yang merajuk karena pangeran tampannya tak kunjung tiba.

7 thoughts on “Sepeda Tua Ayah”

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.